Perhitungan pesangon pensiun menjadi salah satu komponen compliance atau ketaatan perusahaan pada peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Hal ini karena kewajiban pembayaran pesangon oleh perusahaan kepada karyawannya dijamin oleh undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia.
Uang pesangon adalah satu bentuk penghargaan yang diberikan perusahaan kepada karyawan. Pembayaran uang pesangon dilakukan ketika terjadi pemutusan hubungan kerja baik itu dengan alasan pensiun, PHK maupun karyawan mengundurkan diri.
Setelah adanya perubahan dalam undang-undang ketenagakerjaan, saat ini ketentuan dan perhitungan uang pesangon diatur secara rinci dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja No. 11 tahun 2020.
Bagaimana peraturan baru ini mengubah perhitungan pesangon pensiun di Indonesia? Anda dapat menyimaknya lebih rinci dengan membaca artikel ini selengkapnya.
Table of Contents
ToggleUang pesangon adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh perusahaan kepada karyawannya sehubungan dengan berakhirnya masa kerja dengan berbagai alasan seperti PHK, pengunduran diri dan pensiun.
Oleh karena itu, uang pesangon tidak sama dengan uang pensiun yang hanya dibayarkan karena karyawan mencapai masa pensiunnya.
Dalam kondisi perusahaan melakukan PHK terhadap karyawan, merupakan kewajibannya untuk membayarkan seluruh komponen uang pesangon sesuai ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Beberapa poin penting dari undang-undang tersebut yang membahas terkait kewajiban membayarkan uang pesangon ketika perusahaan melakukan PHK:
“Dalam hal terjadinya pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayarkan uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima.”
Menurut PP No. 35 Tahun 2021, karyawan yang pensiun akan mendapatkan 3 (tiga) komponen yaitu:
Dengan mengetahui komponen di atas, Anda dapat mulai melakukan perhitungan pesangon pensiun.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, perhitungan pesangon pensiun kini mengikuti ketentuan terbaru dalam PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Perubahan paling signifikan dari ketentuan terbaru ini adalah angka pengali upah untuk menentukan besaran uang pesangon pensiun yang diterima oleh karyawan.
Untuk lebih jelasnya, Anda dapat membaca informasi di bawah ini untuk melakukan perhitungan pesangon pensiun sesuai dengan pasal 40 ayat (2). Komponen pertama adalah uang pensiun sesuai dengan masa kerja:
Sementara itu, untuk perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK):
Komponen terakhir dari uang pesangon pensiun adalah uang penggantian hak yang meliputi:
Selain komponen pesangon di atas, karyawan yang memasuki usia pensiun juga berhak mendapatkan uang pensiun dari program jaminan pensiun (JP) BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini sebagai timbal balik atas iuran yang wajib dibayarkan setiap bulannya selama karyawan bekerja sebesar 3% dengan pembagian:
Manfaat JP yang diterima oleh karyawan yang pensiun paling sedikit Rp300.000 dan paling banyak ditetapkan Rp3.600.000 per bulan. Besaran angka ini disesuaikan setiap tahun berdasarkan tingkat inflasi umum tahun sebelumnya.
BPJS Ketenagakerjaan juga memberikan manfaat JHT untuk karyawan yang memasuki usia pensiun. Manfaat ini berupa uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta jaminan (karyawan) memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami kecatatan total.
Uang yang diterima adalah akumulasi seluruh iuran yang telah disetor ditambah hasil pengembangannya yang tercatat dalam rekening perorangan peserta.
Sebagai contoh kita akan mencoba menghitung uang pensiun Bapak Bardi yang telah bekerja selama 24 tahun di sebuah perusahaan. Ketika memasuki usia pensiun, gajinya Rp15.000.000 per bulan dengan perhitungan upah Rp13.000.000 gaji pokok dan Rp2.000.000 sebagai tunjangan tetap.
Bapak Bardi tidak mendapatkan uang penggantian hak karena tidak ada sisa cuti. Perusahaan Bapak Bardi taat mengikutkannya dalam program JP dan JHT. Dalam hal ini maka dianggap pengusaha telah memenuhi kewajiban atas UP dan UPMK, sesuai dengan ketentuan Pasal 58 ayat (1) PP 35/2021.
Namun, jika manfaat dari dari program pensiun ini lebih kecil dari UP dan UPMK maka sisanya menjadi tanggungan dan kewajiban perusahaan.
Mari kita lakukan perhitungan pesangon pensiun Bapak Bardi.
UP = 10 x Rp15.000.000 x 1,75
= Rp262.500.000
UPMK = 10 x Rp15.000.000 x 1
= Rp150.000.000
Total UP+UPMK = Rp412.500.000
Iuran JHT yang dibayar pemberi kerja = upah per bulan x 3,7% x masa iuran
= (Rp15.000.000 x 3,7%) x (24 tahun x 12 bulan)
= Rp159.840.000
Iuran JHT yang dibayar Pak Bardi = Upah per bulan x 2% x masa iuran
= (Rp15.000.000 x 2%) x (24 tahun x 12 bulan)
= Rp86.400.000
Selisih uang pensiun yang harus dibayar = (UP+UPMK) – iuran JHT yang dibayar employers
= Rp412.500.000 – Rp159.840.000
= Rp252.660.000
Total uang pensiun = total iuran JHT + selisih uang pensiun
= Rp159.840.000 + Rp86.400.000 + Rp252.660.000
= Rp498.900.000
Untuk menggantikan karyawan yang purnatugas atau pensiun, perusahaan membutuhkan karyawan baru untuk memastikan kelancaran operasional bisnis. Dalam hal rekrutmen, Anda dapat selalu mengandalkan para rekruter ahli Glints yang sudah terspesialisasi sesuai industri sehingga dapat membantu Anda menemukan kandidat dengan background yang sesuai dengan industri di mana Anda berkecimpung.
Anda dapat mengkonsultasikan kebutuhan rekrutmen langsung dengan rekruter ahli kami, cukup dengan mengisi form di bawah ini, gratis!