Budaya kerja adalah salah satu topik yang selalu hangat dibahas. Apalagi sekarang, ketika kerja dilakukan secara hybrid, beberapa hari datang ke kantor sementara di hari lain bekerja jarak jauh atau tidak sedikit juga perusahaan yang sudah melakukan kerja jarak jauh sepenuhnya.
Dalam pengaturan kerja ini, apakah membicarakan budaya kerja masih relevan? Jangan-jangan ketika karyawan dan perusahaan sudah melaksanakan hak dan kewajibannya dianggap kondisi kerja ideal?
Dalam artikel ini, kita akan membicarakan semua aspek terkait budaya kerja secara lengkap, mulai dari bagaimana menyusunnya, hingga apa saja yang harus diperhatikan ketika melakukan aplikasinya di lapangan.
Table of Contents
ToggleBudaya kerja menurut Mangkunegara (2005), merupakan perangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai, dan norma yang dikembangkan dalam suatu organisasi yang dapat dijadikan sebagai landasan tingkah laku anggota untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal maupun integrasi internal.
Beberapa yang menjadi kata kunci dari pengertian di atas adalah landasan tingkah laku anggota organisasi, baik dengan sesama anggota organisasi maupun eksternal, atau pihak lain di luar organisasi atau perusahaan.
46% kandidat menyebut budaya kerja sebagai pertimbangan penting sebelum melamar.
Artinya, kalau perusahaan memiliki budaya kerja yang buruk sehingga berdampak pada reputasi perusahaan maka kemungkinan untuk menarik kandidat terbaik juga akan menurun.
Namun, pentingnya budaya kerja dalam perusahaan bukan hanya berhenti di situ saja. Budaya perusahaan yang positif dan merangkul karyawan juga memiliki pengaruh pada tingkat produktivitas.
Melihat dari pengertian di atas, untuk membangun budaya kerja ibarat melakukan ekstraksi atas nilai dan kebiasaan yang ada di perusahaan.
Jika memang perusahaan belum memiliki budaya kerja mungkin dari pendiri perusahaan dapat merumuskan nilai apa yang selalu dijunjung dalam setiap langkah perusahaan. Apakah nilai-nilai ini ingin terus dipraktikkan dalam kehidupan di perusahaan?
Jika iya, maka para pendiri perusahaan dapat merumuskan budaya kerja.
Glints pernah menyebut beberapa nilai sebagai budaya kerja yang sehat untuk perusahaan, mungkin seperangkat nilai ini dapat menginspirasi Anda untuk menyusun budaya kerja yang tepat.
Baca juga: 7 Tips Membangun Work-Life Balance Karyawan
Menghidupkan budaya kerja di tengah perusahaan tentu harus dilakukan oleh semua pihak, baik para pendiri (founder), pimpinan perusahaan, HR maupun karyawan secara keseluruhan.
Untuk melakukan sosialisasi hingga memastikan karyawan mempraktikkan budaya kerja yang ada tentu dibutuhkan strategi:
Terkait dengan poin di atas, mungkin kita bertanya-tanya, bagaimana cara melakukan evaluasi budaya kerja secara kualitatif namun tetap objektif.
Kalau kita bicara target penjualan yang kuantitatif mungkin lebih mudah melakukan evaluasi karena ada angka pasti. Tapi bagaimana dengan nilai-nilai dalam budaya kerja?
Seperti yang sempat disinggung di atas, evaluasi budaya kerja dapat dilakukan melalui dua cara yaitu, dalam evaluasi kinerja dan jika ada survei kepuasan karyawan.
Dalam evaluasi kinerja, selain capaian-capaian teknis pekerjaan, poin budaya kerja juga bisa ditambahkan. Apalagi jika perusahaan menerapkan metode evaluasi 360 derajat di mana masing-masing karyawan dapat melakukan evaluasi kepada diri sendiri, rekan kerja dan manajer.
Jika dalam evaluasi kinerja perusahaan menilai kinerja karyawan dan juga praktik budaya kerjanya, hal sebaliknya terjadi dalam survei kepuasan karyawan. Karyawan mengevaluasi bagaimana perusahaan menjalankan kewajibannya dan juga melaksanakan budaya kerja.
Baca juga: Melihat Contoh Penilaian Kinerja Karyawan di Startup dari Flip
Tidak semua budaya kerja sehat. Istilah yang sekarang populer adalah ‘kantor toxic’.
Hal ini bisa jadi disebabkan tidak adanya definisi budaya kerja yang ingin digunakan atau budaya kerja hanya sebatas slogan yang tidak pernah diimplementasikan dan dievaluasi.
Kondisi ini dapat menyebabkan suasana kerja yang tidak nyaman. Selain menurunkan tingkat produktivitas, kondisi ini juga bisa mendorong kandidat terbaik untuk meninggalkan perusahaan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan budaya kerja yang buruk adalah:
Budaya kerja menjadi salah satu faktor yang menentukan suasana bekerja yang akhirnya berpengaruh pada produktivitas kerja anggota organisasi. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk merumuskan budaya kerja yang sehat.