Analisis beban kerja adalah salah satu proses dalam perencanaan SDM. Umumnya, perusahaan melakukanan proses ini untuk memastikan sumber daya manusia yang dimiliki sudah sesuai dengan kebutuhan bisnis.
Seperti yang kita pahami, sumber daya merupakan aset yang sangat penting bagi perusahaan. Mereka ini menjadi penggerak utama roda bisnis. Namun demikian, untuk mengetahui karyawan ditugaskan apa di posisi mana harus melalui proses analisis beban kerja.
Hal ini bukan hanya penting untuk memastikan proses bisnis berjalan dengan baik namun juga terkait dengan well-being karyawan sendiri. Analisis beban kerja akan membantu perusahaan mengelola karyawan yang ada dengan lebih baik.
Artikel ini akan mengulas metode melakukan analisis beban kerja dengan lebih rinci. Simak selengkapnya!
Isi Artikel
ToggleAnalisis beban kerja juga dikenal dengan workload analysis (WLA) adalah cara yang digunakan perusahaan untuk dapat menghitung porsi dan beban kerja masing-masing karyawan secara terstruktur.
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan perusahaan ketika menghitung beban kerja karyawan adalah posisi dan juga jabatan karyawan yang bersangkutan di perusahaan.
Nathania (2018) menyebut analisis beban kerja sebagai metode yang digunakan untuk mengetahui waktu, upaya dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan.
Oleh karena itu, analisis ini tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses perencanaan SDM yang dilakukan oleh perusahaan secara rutin.
Dari analisis ini, perusahaan akan mengetahui berapa waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah misi dan juga jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk itu.
Hal ini akan membantu perusahaan untuk mencapai target bisnisnya dengan lebih efektif.
Dalam Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 175/PMK.01/2016 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Beban Kerja (Workload Analysis) di Lingkungan Kementerian Keuangan pasal (4) beberapa manfaat melakukan analisis adalah:
Baca juga: 10 Tujuan Perencanaan SDM untuk Perusahaan (GRATIS Ebook)
Untuk melakukan proses perhitungan analisis beban kerja secara terstruktur perlu menggunakan metode yang sudah teruji. Ergonomics menyebutkan 3 metode utama untuk melakukan analisis beban kerja.
Dengan menggunakan metode ini, perusahaan perlu mengukur skor kinerja dari karyawan dan menggunakannya sebagai indikator permintaan dan penugasan. Beberapa versi dari metode ini memang sangat efektif namun dalam pelaksanaannya tidak mudah.
Menurut Wreathall (2000), untuk mengukur kinerja beberapa karakteristik di bawah ini harus dipertimbangkan:
Analisis beban kerja yang menggunakan metode ini melibatkan proses merekam tanda-tanda fisik dari beban kerja .
Beberapa indikatornya antara lain, detak jantung dan konsumsi maksimal oksigen (VO2 max).
Kekurangan dari metode ini adalah perhitungan beban kerja terbatas pada performa fisik. Hal ini tentu tidak dapat diaplikasikan secara umum. Mengingat ada banyak pekerjaan yang secara fisik mungkin hanya duduk dan diam sehingga tidak ada perubahan yang signifikan pada tanda detak jantung dan kebutuhan oksigen.
Metode subjective measures menggunakan user rating dari beban kerja yang dinilai mandiri oleh karyawan yang bersangkutan.
Metode turunan dari subjective measures antara lain Instantaneous Self Assessment (ISA), Bedford Rating Scale (BFRS) dan NASA Task Load Index (TLX).
Alternatif lain untuk memanfaatkan user rating adalah dengan menggunakan metode observasi sehingga observer yang bertugas untuk memberikan rating sesuai dengan pengamatannya.
Instantaneous Self Assessment (ISA)
ISA disebut sebagai teknik subjective measures yang paling sederhana. User atau observer dapat menilai permintaan yang masuk mulai dari yang paling rendah hingga paling tinggi.
NASA Task Load Index (TLX)
Teknik menjadi salah satu yang paling umum digunakan dalam analisis beban kerja. Alasannya, teknik ini memungkinkan penilaian yang multi dimensional sehingga hasil analisis yang dihasilkan pun cenderung lebih menyeluruh.
Dalam teknik ini, beberapa hal yang menjadi pertimbangan penting adalah:
Dari indikator-indikator di atas, teknik TLX meliputi berbagai aspek yang tidak dinilai oleh teknik analisis bobot kerja yang telah disebutkan sebelumnya.
Bedford Working Rating Scale
Teknik analisis bobot kerja yang satu ini awalnya dibuat untuk pilot namun kini umum digunakan dalam konteks yang sesuai.
Teknik ini sering disebut sebagai skala unidimensional yang digunakan untuk menilai apakah suatu pekerjaan dapat diselesaikan, apakah beban kerja yang ada cocok dengan pekerjaan yang dibebankan atau apakah pekerjaan ini dapat menghasilkan rasa puas.
Setelah memahami beberapa metode dan teknik analisis di atas, kita akan masuk ke tahap selanjutnya yaitu bagaimana implementasinya di lapangan.
Untuk proses pelaksanaan, berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan:
Pada akhirnya, analisis beban kerja bukan proses yang dapat berjalan sendiri. Seperti yang sudah sempat disinggung di awal artikel, proses ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses perencanaan sumber daya manusia.
Waktu yang tepat untuk menjalankan proses ini adalah kuarter terakhir atau selambatnya kuarter pertama (Q1) di tahun yang berjalan. Hal ini karena proses ini masih akan dilanjutkan dengan berbagai program terkait seperti rekrutmen, penyusunan program pelatihan dan pengembangan serta evaluasi kinerja.
Judul: Cara Melakukan Analisis Beban Kerja dan Manfaatnya
Meta: Analisis beban kerja adalah metode yang digunakan oleh perusahaan untuk menghitung beban kerja dari karyawan secara terstruktur
Analisis beban kerja adalah salah satu proses dalam perencanaan SDM. Umumnya, perusahaan melakukanan proses ini untuk memastikan sumber daya manusia yang dimiliki sudah sesuai dengan kebutuhan bisnis.
Seperti yang kita pahami, sumber daya merupakan aset yang sangat penting bagi perusahaan. Mereka ini menjadi penggerak utama roda bisnis. Namun demikian, untuk mengetahui karyawan ditugaskan apa di posisi mana harus melalui proses analisis beban kerja.
Hal ini bukan hanya penting untuk memastikan proses bisnis berjalan dengan baik namun juga terkait dengan well-being karyawan sendiri. Analisis beban kerja akan membantu perusahaan mengelola karyawan yang ada dengan lebih baik.
Artikel ini akan mengulas metode melakukan analisis beban kerja dengan lebih rinci. Simak selengkapnya!
Analisis beban kerja juga dikenal dengan workload analysis (WLA) adalah cara yang digunakan perusahaan untuk dapat menghitung porsi dan bobot kerja masing-masing karyawan secara terstruktur.
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan perusahaan ketika menghitung beban kerja karyawan adalah posisi dan juga jabatan karyawan yang bersangkutan di perusahaan.
Nathania (2018) menyebut analisis beban kerja sebagai metode yang digunakan untuk mengetahui waktu, upaya dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan.
Oleh karena itu, analisis ini tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses perencanaan SDM yang dilakukan oleh perusahaan secara rutin.
Dari analisis ini, perusahaan akan mengetahui berapa waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah misi dan juga jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk itu.
Hal ini akan membantu perusahaan untuk mencapai target bisnisnya dengan lebih efektif.
Dalam Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 175/PMK.01/2016 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Beban Kerja (Workload Analysis) di Lingkungan Kementerian Keuangan pasal (4) beberapa manfaat melakukan analisis adalah:
Untuk melakukan proses perhitungan analisis beban kerja secara terstruktur perlu menggunakan metode yang sudah teruji. Ergonomics menyebutkan 3 metode utama untuk melakukan analisis bobot kerja.
Dengan menggunakan metode ini, perusahaan perlu mengukur skor kinerja dari karyawan dan menggunakannya sebagai indikator permintaan dan penugasan. Beberapa versi dari metode ini memang sangat efektif namun dalam pelaksanaannya tidak mudah.
Menurut Wreathall (2000), untuk mengukur kinerja beberapa karakteristik di bawah ini harus dipertimbangkan:
Analisis beban kerja yang menggunakan metode ini melibatkan proses merekam tanda-tanda fisik dari bobot kerja .
Beberapa indikatornya antara lain, detak jantung dan konsumsi maksimal oksigen (VO2 max).
Kekurangan dari metode ini adalah perhitungan beban kerja terbatas pada performa fisik. Hal ini tentu tidak dapat diaplikasikan secara umum. Mengingat ada banyak pekerjaan yang secara fisik mungkin hanya duduk dan diam sehingga tidak ada perubahan yang signifikan pada tanda detak jantung dan kebutuhan oksigen.
Metode subjective measures menggunakan user rating dari beban kerja yang dinilai mandiri oleh karyawan yang bersangkutan.
Metode turunan dari subjective measures antara lain Instantaneous Self Assessment (ISA), Bedford Rating Scale (BFRS) dan NASA Task Load Index (TLX).
Alternatif lain untuk memanfaatkan user rating adalah dengan menggunakan metode observasi sehingga observer yang bertugas untuk memberikan rating sesuai dengan pengamatannya.
Instantaneous Self Assessment (ISA)
ISA disebut sebagai teknik subjective measures yang paling sederhana. User atau observer dapat menilai permintaan yang masuk mulai dari yang paling rendah hingga paling tinggi.
NASA Task Load Index (TLX)
Teknik menjadi salah satu yang paling umum digunakan dalam analisis bobot kerja. Alasannya, teknik ini memungkinkan penilaian yang multi dimensional sehingga hasil analisis yang dihasilkan pun cenderung lebih menyeluruh.
Dalam teknik ini, beberapa hal yang menjadi pertimbangan penting adalah:
Dari indikator-indikator di atas, teknik TLX meliputi berbagai aspek yang tidak dinilai oleh teknik analisis beban kerja yang telah disebutkan sebelumnya.
Bedford Working Rating Scale
Teknik analisis bobot kerja yang satu ini awalnya dibuat untuk pilot namun kini umum digunakan dalam konteks yang sesuai.
Teknik ini sering disebut sebagai skala unidimensional yang digunakan untuk menilai apakah suatu pekerjaan dapat diselesaikan, apakah beban kerja yang ada cocok dengan pekerjaan yang dibebankan atau apakah pekerjaan ini dapat menghasilkan rasa puas.
Setelah memahami beberapa metode dan teknik analisis di atas, kita akan masuk ke tahap selanjutnya yaitu bagaimana implementasinya di lapangan.
Untuk proses pelaksanaan, berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan:
Pada akhirnya, analisis bobot kerja bukan proses yang dapat berjalan sendiri. Seperti yang sudah sempat disinggung di awal artikel, proses ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses perencanaan sumber daya manusia.
Waktu yang tepat untuk menjalankan proses ini adalah kuarter terakhir atau selambatnya kuarter pertama (Q1) di tahun yang berjalan. Hal ini karena proses ini masih akan dilanjutkan dengan berbagai program terkait seperti rekrutmen, penyusunan program pelatihan dan pengembangan serta evaluasi kinerja.