Pajak restoran adalah salah satu pungutan darah yang harus dibayarkan oleh pemilik bisnis. Selain pajak restoran, yang termasuk dalam pungutan daerah antara lain pajak hotel dan hiburan.
Namun demikian, mungkin Anda bertanya-tanya apakah pengusaha dapat membagi beban pajak restoran ini kepada konsumennya seperti tanggungan PPN misalnya.
Oleh karena itu, kita akan membahas hal ini secara lebih mendalam dalam artikel ini selengkapnya.
Artikel ini akan membahas secara lengkap terkait pajak restoran, mulai dari pengertian, peraturan yang memayunginya, tarif yang berlaku, perhitungan hingga pelaporannya.
Simak artikel ini hingga selesai untuk mendapatkan informasi secara menyeluruh.
Table of Contents
ToggleDalam Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 11 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran, disebutkan bahwa pajak restoran adalah pajak yang dipungut atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Pengertian ini juga merujuk pada UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Lebih lanjut, aturan ini juga mendefinisikan restoran sebagai fasilitas penyedia makan dan/atau minuman yang dipungut bayaran yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jassa boga/katering.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Dalam hal ini, yang disebut sebagai pelayanan adalah pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.
Berlaku pengecualian, tidak termasuk objek pajak restoran sebagaimana disebut sebelumnya apabila:
Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran.
Artinya, pajak ini ditanggung oleh konsumen yang datang dan mendapatkan layanan dari restoran. Hal ini sesuai dengan objek pajaknya.
Namun demikian, pelaporan pajak yang dipungut menjadi tanggung jawab dari pengelola, baik pribadi maupun sebagai badan.
Hal ini karena wajib pajak untuk pungutan ini adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran.
Anda tentu sering melihat komponen pajak ini dalam struk pembelian makanan di restoran bukan?
Dalam aplikasinya, jika Anda sebagai pemilik usaha restoran yang tidak terletak di DKI Jakarta, kiranya Anda perlu mengecek peraturan daerah setempat. Seperti yang telah disebutkan di awal, pemungutan pajak restoran merupakan kewenangan daerah sehingga kebijakan masing-masing daerah bisa jadi berbeda.
Temukan perbedaan dengan pajak lain di sini
Seperti yang telah diketahui, pajak restoran yang juga dikenal sebagai Pajak Bangunan 1 (PB1) merupakan pungutan daerah yang pengaturannya merupakan kewenangan masing-masing daerah.
Namun demikian, daerah harus mengacu pada UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Khusus untuk tarif, diatur dalam Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa batas maksimum tarif PB1 sebesar 10%.
Artinya, setiap daerah dapat menentukan besaran PB1 namun tidak dapat melebihi batas atas yang sudah disepakati secara nasional.
Berikut adalah contoh beberapa tarif pajak restoran di kota-kota besar di Indonesia:
Banyak kota yang memaksimalkan tarif PB1 sesuai dengan UU PDRD namun ada juga yang memberikan pilihan tarif di bawahnya, tergantung kategori restoran yang berlaku.
Sebelum membahas rumus perhitungan pajak restoran secara lebih rinci, rasanya kita perlu mengetahui dasar pengenaan pajak dari PB1 ini.
Dasar pengenaan PB1 adalah jumlah pembayaran yang diterima atau seharusnya diterima oleh restoran.
Artinya, jumlah pembayaran ini berarti seluruh pembelanjaan termasuk jika ada biaya lain yang dikenakan oleh restoran tersebut, misalnya biaya layanan.
Jika Anda masih bingung dengan penjelasan tersebut, silakan lihat simulasi di bawah ini untuk contoh aplikasinya.
Rumus menghitung Pajak Restoran (PB1) = Dasar pengenaan pajak x tarif pajak restoran |
Pak Harry membeli mie goreng 2 porsi, masing-masing seharga Rp40.000 dan juga es jeruk 2 gelas, yang masing-masing harganya adalah Rp10.000. Total belanja Pak Harry adalah Rp100.000.
Pak Harry makan di tempat sehingga dikenakan biaya layanan sebesar 5%. Restoran ini berada di Jakarta yang menerapkan tarif PB1 sebesar 10%.
Mari kita hitung berapa besaran PB1 yang dibayar oleh Pak Harry dan total biaya yang dikeluarkan Pak Harry di restoran tersebut.
Total Belanja |
Mie goreng: 2 x Rp40.000 = Rp80.000 |
Es Jeruk: 2 x Rp10.000 = Rp20.000 |
Total belanja: Rp100.000 |
Biaya layanan: 5% x total belanja |
Biaya layanan: 5% x Rp100.000 |
Biaya layanan: Rp5.000 |
Pajak Restoran / PB1 Jakarta = 10% x DPP |
Pajak Restoran / PB1 Jakarta = 10% x (Rp100.000 + Rp5.000) |
Pajak Restoran / PB1 Jakarta = Rp10.500 |
Total pembayaran = Total belanja + Biaya layanan + Pajak Restoran / PB1 |
Total pembayaran = Rp100.000 + Rp5.000 + Rp10.500 |
Total pembayaran = Rp115.500 |
Jika Anda adalah wajib pajak sebagai pemilik atau pengusaha, mungkin informasi terkait dengan masa pajak dan saat terutang pajak juga patut Anda simak.
Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim. Dalam pelaporan pajak terdapat dua jenis periode bulan buku dan bulan takwim. Bulan takwim artinya periode mengikuti kalender umum.
Selain itu, bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.
Untuk saat terutang pajak ada dua ketentuan jika kita mengacu pada Perda DKI Jakarta No. 4 Tahun 2011:
Sekali lagi, terkait ketentuan saat terutang pajak, dapat Anda konfirmasi ulang ke peraturan daerah sesuai domisili usaha Anda karena mungkin ketentuan yang berlaku bisa jadi berbeda.
Artikel di atas dipersembahkan oleh Glints for Employers, mitra rekrutmen terpercaya untuk startup dan perusahaan di Asia Tenggara dan Taiwan. Setelah mempelajari tentang pajak, kami merekomendasikan Anda untuk membaca jenis pajak yang lain yaitu pajak barang mewah melalui tautan di bawah ini.