Pertumbuhan industri manufaktur Indonesia, yang konsisten melebihi rata-rata global dan OECD sejak 2014, telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang signifikan di awal 2024. Dengan capaian Purchasing Manager’s Index (PMI) pada Maret 2024 mencapai 54,2—tingkat tertinggi dalam 29 bulan terakhir—pertanyaan muncul tentang keberlanjutan dan kesehatan sektor ini.
Meskipun pertumbuhan ini mengindikasikan pemulihan, beberapa sektor padat karya seperti alas kaki dan garmen masih terhambat karena penurunan permintaan ekspor yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global.
Menurut Kemenperin, pertumbuhan PDB dari sektor manufaktur mencapai 19,9 persen selama periode 2014-2022, menunjukkan kontribusi yang signifikan terhadap ekonomi nasional.
Hal ini, seperti yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Komite Tetap Kebijakan Fiskal & Publik Kadin Indonesia, Anggana Bunawan, “Angka ini memperlihatkan optimisme yang besar terhadap pemulihan sektor manufaktur, meskipun kita harus tetap waspada terhadap beberapa sektor yang masih mengalami tekanan.”
Table of Contents
ToggleKemenperin telah mendorong kebijakan hilirisasi yang meliputi sektor agro, mineral, migas, dan batubara untuk meningkatkan nilai tambah. Selain itu, implementasi kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) telah meningkatkan efisiensi, terutama dalam biaya operasional.
“Kebijakan hilirisasi dan HGBT adalah langkah penting yang telah meningkatkan efisiensi industri,” kata Menperin. “Ini membantu dalam menciptakan ribuan industri turunan yang meningkatkan nilai tambah secara signifikan.”
Program peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) juga telah diperkuat. Survei oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sektor manufaktur merupakan kontributor terbesar bagi PDB, sehingga inisiatif ini berperan vital dalam penguatan ekonomi nasional.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menambahkan, “Pembelian produk dalam negeri tidak hanya mendukung PDB, tapi juga membantu dalam memperkuat basis industri dan ekonomi lokal.”
Industri manufaktur Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga daya saing di pasar global, khususnya di sektor-sektor yang padat karya seperti tekstil dan alas kaki. Persaingan intens dan permintaan yang fluktuatif membutuhkan strategi yang dinamis dan responsif.
Bambang Brodjonegoro, Ekonom Senior, menekankan, “Kita harus memahami bahwa sektor padat karya menghadapi tantangan serius dari sisi permintaan dan persaingan global, yang secara langsung berdampak pada ekspor dan pertumbuhan industri.”
Di samping itu, peningkatan otomatisasi telah mengubah landscape pekerjaan di banyak industri, mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manual dan meningkatkan kebutuhan akan keterampilan yang lebih teknis.
“Pengurangan tenaga kerja karena otomatisasi merupakan realitas yang kita hadapi, yang memerlukan perencanaan sumber daya manusia yang lebih matang,” jelasnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, leader harus memfokuskan upaya pada perekrutan talenta yang tidak hanya memiliki keterampilan teknis yang relevan tetapi juga dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan teknologi dan kondisi pasar.
Mengidentifikasi dan merekrut individu yang fleksibel, inovatif, dan siap belajar merupakan kunci untuk mempertahankan keunggulan kompetitif.
Rekrutmen yang tepat dapat diperkuat melalui kerjasama dengan institusi pendidikan dan program pelatihan yang ditujukan untuk mengembangkan keahlian spesifik yang diperlukan industri.
“Investasi dalam pembinaan talenta sejak dini dan memastikan mereka memiliki keahlian yang dibutuhkan akan sangat membantu.”
HR juga perlu mengadopsi pendekatan yang lebih strategis dan proaktif dalam manajemen talenta. Ini termasuk:
Dengan fokus pada pengembangan dan perekrutan sumber daya manusia yang berkualitas, industri manufaktur Indonesia bisa lebih siap menghadapi dinamika global dan memaksimalkan potensi pertumbuhan.
Kesiapan HR untuk beradaptasi dan mendukung inovasi adalah kunci utama untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhan industri dalam jangka panjang.